Sunday, June 7, 2009

II.1. Definisi :
Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran limfonodi leher dan malaise.(Vincent,2004)

11.2. Anatomi :
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi servikal ke-6. Ke atas faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan esofagus.panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.

Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot.
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung letaknya. Pada nasofaring karena fungsinya untuk respirasi, maka mukosanya bersilia, sedangkan epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia. Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.

Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Di bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak atas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut ini mengandungenzim Lyzozyme yang penting untuk proteksi.

Otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkuler) dan memenjang (longitudinal). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m.konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar, berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi n.vagus (n.X).otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik rahang, sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan. M.stiofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring dipersarafi oleh n.X (Rusmarjono,et.al., 2001)



II.3. Etiologi
Faringitis disebabkan oleh bakteri
1. Group A beta-hemolytic streptococci (GABHS) 15% kasus faringitis.
• Gambaran klinis berupa: demam lebih dari 101.5°F, tonsillopharyngeal eritem dan eksudasi, pembengkakan limfonodi leher, sakit kepala, muntah pada anak-anak, petechiae palatal, biasa terjadi pada cuaca dingin.
• Suatu ruam scarlatiniform juga dihubungkan dengan infeksi GABHS ruam kemerahan pada ekstremitas dan lidah memerah (strawberry tongue)
2. Group C, G, F Streptococci ( 10%), mungkin secara klinis tidak bisa dibedakan dari infeksi GABHS, namun Streptococcus jenis ini tidak menyebabkan sequelae immunologic. Streptococci grup C dan G telah dilaporkan sebagai penyebab radang selaput otak (meningitis), endocarditis, dan empyema subdural.
• Arcanobacterium Chlamydia pneumoniae (5%), gejala mirip dengan M pneumoniae. Faringitis biasanya mendahului terjadinya peradangan pada paru.
• Corynebacterium diphtheriae
• Bakteri yang jarang namun dapat dijumpai pada faringitis yaitu Borrelia species, Francisella tularensis, Yersinia species, and Corynebacterium ulcerans.
• ( Corynebacterium) haemolyticus ( 5%) banyak terjadi pada dewasa muda,gejalanya mirip dengan infeksi GABHS, berupa ruam scarlatiniform. Pasien sering mengeluh batuk.
• Mycoplasma pneumoniae, pada dewasa muda dengan headache, faringitis, and nfeksi pernafasan bawah. Kira-kira 75% pasien disertai batuk.
3. Viral pharyngitis
o Adenovirus (5%):.
o Herpes simplex (< 5%):
o Coxsackieviruses A and B (< 5%):
o Epstein-Barr virus (EBV):
o CMV.
o HIV-1:
4. Penyebab lain
o Candida sp. Pada pasien-pasien dengan riwayat pengbatan penekan sistem imun. Banyak terjadi pada anak dengan gambaran plak putih pada orofaring.
o Udara kering, alergi (postnasal tetes), trauma kimia, merokok, neoplasia (Kazzi, et.al.,2006).
II.4. Patofisiologi
Pada infeksi faringitis, virus atau bakteri secara langsung menginvasi mucosa pada rongga tenggorokan, menyebabkan suatu respon inflamasi lokal. berbeda halnya dengan virus, seperti rhinovirus,dapat mengiritasi mukosa rongga tenggorokan.
Streptococcal infeksi/peradangan ditandai oleh pelepasan dan invasi toksin ekstra seluler lokal dan proteases (Kazzi, et.al.,2006) .

II.5. Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda faringitis akut adalah nyeri tenggorok, sulit menelan, demam, mual dan kelenjar limfe leher membengkak. Pada pemeriksaan tampak hiperemis, udem dan dinding posterior faring bergranular.(Rusmarjono,et.al.,2001).

Streptococcus group A merupakan bakteri penyebab faringitis akut yang paling sering, kira-kira 15 sampai 30 % kasus pada anak-anak, dan 5 sampai 10 % pada oang dewasa. Biasanya terdapat riwayat infeksi tenggorokan oleh bakteri Streptococcus sebelumnya. Insidensi faringitis yang disebabkan oleh streptococcus meningkat pada musim dingin. Gejala dapat berupa rasa sakit pada tenggorokan, nyeri saat menelan, demam, pusing, nyeri perut, mual dan muntah. Sedangkan tanda-tanda yang dapat dilihat yaitu adanya eritema faring dan tonsil, eksudat pada faring dan tonsil, petechiae palatine, edema uvula, limfadenopati servikalis anterior. Tidak semua pasien didapati dengan semua gejala tersebut, banyak pasien datang dengan gejala yang ringan dan tanpa eksudatif. Anak-anak dibawah tiga tahun dapat disertai coryza dan krusta hidung. Faringitis dengan eksudat jarang terjadi pada umur ini. (Alan, et.al.,2001).

Pada infeksi virus, gejala disertai dengan konjungtivitis, coryza, malaise, fatigue, serak, dan demam yang tidak tidak terlalu tinggi (low-grade fever). Faringitis pada anak dapat disertai dengan diare, nyeri perut, dan muntah (Vincent, et.al., 2006)



II.6. Diagnosis
Diagnosis biasanya dibuat tanpa kesulitan, terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarah ke faringitis. Biakan tenggorokan membantu dalam menentukan organisme penyebab faringitis, dan untuk membedakan faringitis karena bakteri atau virus.(Hilger,1994))

Sangatlah penting untuk mengetahui onset, durasi, progresifitas dan tingkat keparahan dari gejala yang menyertai seperti demam, batuk, kesukaran bernafas, pembengkakan limfonodi; paparan infeksi, dan adanya penyakit sistemik lainnya seperti diabetes dan lain-lain. Faring harus diperiksa apakah terdapat tanda-tanda eritem, hipertrofi, adanya benda asing, eksudat, massa, petechie dan adenopati. Juga penting untuk menanyakan gejala yang dialami pasien seperti demam, timbulnya ruam kulit (rash), adenopati servikalis dan coryza. Jika dicurigai faringitis yang disebabkan oleh Sterptococcus, seorang dokter harus mendengar adanya suara murmur pada jantung dan mengevaliasi apakah pada pasien terdapat pembesaran lien dan hepar.

Apabila terdapat tonsil eksudat, pembengkakan kelenjar limfe leher, tidak disertai batuk dan suhu badan meningkat sampai 380 C maka dicurigai adanya faringitis karena infeksi GABHS (Alan, et.al.,2001).

Pemeriksaan Laboratorium
Kultur tenggorok : merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri GABHS. Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan swab dilakukan pada daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik.
Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %. Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari.

GABHS rapid antigen detection test
• merupakan suatu metode untuk mendiagnosa faringitis karena infeksi GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi jika pasien memiliki resiko sedang, atau jika seorang dokter tidak nyaman memberikan terapi antibiotik dengan resiko tinggi untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh adalah positif maka pengobatan antibiotik yang tepat, namun jika hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan kemudian dilakukan follow-up
• Hasil kultur tenggorok negatif
• Rapid antigen detection tidak sensitive untuk Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri patogen lainnya (Kazzi, et.al.,2006).

II.7. Penatalaksanaan
Apabila penyebabnya diduga infeksi firus, pasien cukup diberikan analgetik dan tablet isap saja. Antibiotika diberikan untuk faringitis yang disebabkan oleh bakteri Gram positif disamping analgetika dan kumur dengan air hangat. Penisilin dapat diberikan untuk penyebab bakteri GABHS, karena penisilin lebih kemanjurannya telah terbukti, spektrum sempit,aman dan murah harganya. Dapat diberikan secara sistemik dengan dosis 250 mg, 2 atau 3 kali sehari untuk anak-anak, dan 250 mg 4 kali sehari atau 500 mg 2 kali sehari selama 10 hari. Apabila pasien alergi dengan penisilin, dapat diganti dengan eritromisin. (Alan,at.al.,2001).

II.8. Komplikasi
Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses peritonsiler. Abses peritonsiler terjadi
• Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu : sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya terjadi pada pasaien dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan baru.
• Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal glomerulonephritis, dan toxic shock syndrome, peritonsiler abses,
• Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain BarrĂ© syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma nasofaring (Kazzi,at.al.,2006)

II.9. Prognosis
• Sebagian besar faringitis dapat sembuh spontan dalam 10 hari, tnamun sangat penting untuk mewaspadai terjadinya komplikasi pada faringitis (Kazzi,at.al.,2006).

II.1. Definisi :
Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran limfonodi leher dan malaise.(Vincent,2004)

11.2. Anatomi :
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi servikal ke-6. Ke atas faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan esofagus.panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.

Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot.
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung letaknya. Pada nasofaring karena fungsinya untuk respirasi, maka mukosanya bersilia, sedangkan epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia. Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.

Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Di bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak atas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut ini mengandungenzim Lyzozyme yang penting untuk proteksi.

Otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkuler) dan memenjang (longitudinal). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m.konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar, berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi n.vagus (n.X).otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik rahang, sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan. M.stiofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring dipersarafi oleh n.X (Rusmarjono,et.al., 2001)



II.3. Etiologi
Faringitis disebabkan oleh bakteri
1. Group A beta-hemolytic streptococci (GABHS) 15% kasus faringitis.
• Gambaran klinis berupa: demam lebih dari 101.5°F, tonsillopharyngeal eritem dan eksudasi, pembengkakan limfonodi leher, sakit kepala, muntah pada anak-anak, petechiae palatal, biasa terjadi pada cuaca dingin.
• Suatu ruam scarlatiniform juga dihubungkan dengan infeksi GABHS ruam kemerahan pada ekstremitas dan lidah memerah (strawberry tongue)
2. Group C, G, F Streptococci ( 10%), mungkin secara klinis tidak bisa dibedakan dari infeksi GABHS, namun Streptococcus jenis ini tidak menyebabkan sequelae immunologic. Streptococci grup C dan G telah dilaporkan sebagai penyebab radang selaput otak (meningitis), endocarditis, dan empyema subdural.
• Arcanobacterium Chlamydia pneumoniae (5%), gejala mirip dengan M pneumoniae. Faringitis biasanya mendahului terjadinya peradangan pada paru.
• Corynebacterium diphtheriae
• Bakteri yang jarang namun dapat dijumpai pada faringitis yaitu Borrelia species, Francisella tularensis, Yersinia species, and Corynebacterium ulcerans.
• ( Corynebacterium) haemolyticus ( 5%) banyak terjadi pada dewasa muda,gejalanya mirip dengan infeksi GABHS, berupa ruam scarlatiniform. Pasien sering mengeluh batuk.
• Mycoplasma pneumoniae, pada dewasa muda dengan headache, faringitis, and nfeksi pernafasan bawah. Kira-kira 75% pasien disertai batuk.
3. Viral pharyngitis
o Adenovirus (5%):.
o Herpes simplex (< 5%):
o Coxsackieviruses A and B (< 5%):
o Epstein-Barr virus (EBV):
o CMV.
o HIV-1:
4. Penyebab lain
o Candida sp. Pada pasien-pasien dengan riwayat pengbatan penekan sistem imun. Banyak terjadi pada anak dengan gambaran plak putih pada orofaring.
o Udara kering, alergi (postnasal tetes), trauma kimia, merokok, neoplasia (Kazzi, et.al.,2006).
II.4. Patofisiologi
Pada infeksi faringitis, virus atau bakteri secara langsung menginvasi mucosa pada rongga tenggorokan, menyebabkan suatu respon inflamasi lokal. berbeda halnya dengan virus, seperti rhinovirus,dapat mengiritasi mukosa rongga tenggorokan.
Streptococcal infeksi/peradangan ditandai oleh pelepasan dan invasi toksin ekstra seluler lokal dan proteases (Kazzi, et.al.,2006) .

II.5. Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda faringitis akut adalah nyeri tenggorok, sulit menelan, demam, mual dan kelenjar limfe leher membengkak. Pada pemeriksaan tampak hiperemis, udem dan dinding posterior faring bergranular.(Rusmarjono,et.al.,2001).

Streptococcus group A merupakan bakteri penyebab faringitis akut yang paling sering, kira-kira 15 sampai 30 % kasus pada anak-anak, dan 5 sampai 10 % pada oang dewasa. Biasanya terdapat riwayat infeksi tenggorokan oleh bakteri Streptococcus sebelumnya. Insidensi faringitis yang disebabkan oleh streptococcus meningkat pada musim dingin. Gejala dapat berupa rasa sakit pada tenggorokan, nyeri saat menelan, demam, pusing, nyeri perut, mual dan muntah. Sedangkan tanda-tanda yang dapat dilihat yaitu adanya eritema faring dan tonsil, eksudat pada faring dan tonsil, petechiae palatine, edema uvula, limfadenopati servikalis anterior. Tidak semua pasien didapati dengan semua gejala tersebut, banyak pasien datang dengan gejala yang ringan dan tanpa eksudatif. Anak-anak dibawah tiga tahun dapat disertai coryza dan krusta hidung. Faringitis dengan eksudat jarang terjadi pada umur ini. (Alan, et.al.,2001).

Pada infeksi virus, gejala disertai dengan konjungtivitis, coryza, malaise, fatigue, serak, dan demam yang tidak tidak terlalu tinggi (low-grade fever). Faringitis pada anak dapat disertai dengan diare, nyeri perut, dan muntah (Vincent, et.al., 2006)



II.6. Diagnosis
Diagnosis biasanya dibuat tanpa kesulitan, terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarah ke faringitis. Biakan tenggorokan membantu dalam menentukan organisme penyebab faringitis, dan untuk membedakan faringitis karena bakteri atau virus.(Hilger,1994))

Sangatlah penting untuk mengetahui onset, durasi, progresifitas dan tingkat keparahan dari gejala yang menyertai seperti demam, batuk, kesukaran bernafas, pembengkakan limfonodi; paparan infeksi, dan adanya penyakit sistemik lainnya seperti diabetes dan lain-lain. Faring harus diperiksa apakah terdapat tanda-tanda eritem, hipertrofi, adanya benda asing, eksudat, massa, petechie dan adenopati. Juga penting untuk menanyakan gejala yang dialami pasien seperti demam, timbulnya ruam kulit (rash), adenopati servikalis dan coryza. Jika dicurigai faringitis yang disebabkan oleh Sterptococcus, seorang dokter harus mendengar adanya suara murmur pada jantung dan mengevaliasi apakah pada pasien terdapat pembesaran lien dan hepar.

Apabila terdapat tonsil eksudat, pembengkakan kelenjar limfe leher, tidak disertai batuk dan suhu badan meningkat sampai 380 C maka dicurigai adanya faringitis karena infeksi GABHS (Alan, et.al.,2001).

Pemeriksaan Laboratorium
Kultur tenggorok : merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri GABHS. Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan swab dilakukan pada daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik.
Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %. Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari.

GABHS rapid antigen detection test
• merupakan suatu metode untuk mendiagnosa faringitis karena infeksi GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi jika pasien memiliki resiko sedang, atau jika seorang dokter tidak nyaman memberikan terapi antibiotik dengan resiko tinggi untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh adalah positif maka pengobatan antibiotik yang tepat, namun jika hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan kemudian dilakukan follow-up
• Hasil kultur tenggorok negatif
• Rapid antigen detection tidak sensitive untuk Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri patogen lainnya (Kazzi, et.al.,2006).

II.7. Penatalaksanaan
Apabila penyebabnya diduga infeksi firus, pasien cukup diberikan analgetik dan tablet isap saja. Antibiotika diberikan untuk faringitis yang disebabkan oleh bakteri Gram positif disamping analgetika dan kumur dengan air hangat. Penisilin dapat diberikan untuk penyebab bakteri GABHS, karena penisilin lebih kemanjurannya telah terbukti, spektrum sempit,aman dan murah harganya. Dapat diberikan secara sistemik dengan dosis 250 mg, 2 atau 3 kali sehari untuk anak-anak, dan 250 mg 4 kali sehari atau 500 mg 2 kali sehari selama 10 hari. Apabila pasien alergi dengan penisilin, dapat diganti dengan eritromisin. (Alan,at.al.,2001).

II.8. Komplikasi
Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses peritonsiler. Abses peritonsiler terjadi
• Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu : sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya terjadi pada pasaien dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan baru.
• Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal glomerulonephritis, dan toxic shock syndrome, peritonsiler abses,
• Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain BarrĂ© syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma nasofaring (Kazzi,at.al.,2006)

II.9. Prognosis
• Sebagian besar faringitis dapat sembuh spontan dalam 10 hari, tnamun sangat penting untuk mewaspadai terjadinya komplikasi pada faringitis (Kazzi,at.al.,2006).

DAFTAR PUSTAKA

1. Alan,L.,Bisno. Acute Pharyngitis. http://www.nejm.org.vol 344;3;205-210
2. Kazzi,A.,Antoine, Wills,J. Pharyngitis. http://www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006.
3. Vincent, T., Mirian, Celestin,N.,Hussain,N.,Aneela. Pharyngitis. http://www.a.f.p.org.2004;69:1469-70www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006.
4. www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006.
5. Hilger PA. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam: Boeis Buku Ajar Penyakit THT ed.6. Jakarta: EGC.1994.
6. Rusmarjono, Soepardi, E.A. Dalam: Supardi, E.A., Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Ed ke-5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indinesia. 2001.